OTOMOTIFNET - Sebagai jantung dari mesin, piston memiliki peran penting soal tenaga yang dihasilkan. Dengan kompresi yang dibuatnya, ledakan campuran bahan bakar pun akan memanfaatkan piston sebagai satu-satunya sumber penggerak di mesin.
Memang kerjanya cukup berat, bahkan untuk keperluan meningkatkan performa lebih dahsyat, piston pun memerlukan perlakuan berbeda. Salah satunya lewat mengganti bentuk seher dengan permukaan lebih cembung alias piston dome atau jenong.
Memang kerjanya cukup berat, bahkan untuk keperluan meningkatkan performa lebih dahsyat, piston pun memerlukan perlakuan berbeda. Salah satunya lewat mengganti bentuk seher dengan permukaan lebih cembung alias piston dome atau jenong.
Kubah silinder, volume ruang kompresi berada di sini | |
Piston flat, relatif kompresi kurang dari 10:1 | Ketinggian dome diukur dari bibir piston (pake sigmat) |
Tujuannya agar kompresi yang dihasilkan lebih tinggi. Sebab dengan permukaan piston yang lebih menonjol volume ruang kompresinya pun semakin sempit sehingga tekanannya menjadi lebih besar. Dengan begitu Rasio kompresinya pun meningkat.
Menurut Akiang, dari Rudi Jaya Motor di Jl. Ciputat Raya, rasio kompresi penggunaan piston jenong ini bisa mencapai 15:1. Tentu di bawah itu pun bisa juga. "Bisa disesuaikan sama rasio kompresi yang diinginkan," ujarnya.
Untuk mengetahuinya bisa dilakukan dengan buret. "Jadi dengan kondisi kepala silinder terpasang dan piston berada pada Titik Mati Atas, lantas diburet," ujarnya. Dari sana cairan yang masuk akan diketahui berapa cc isi dari ruang kompresinya (buret).
Setelah diketahui berapa cc dari buret tadi, akan didapat rasio kompresinya. Dengan perhitungan Rasio kompresi = (volume mesin + volume buret) : volume buret. Sementara volume mesin didapat dari perhitungan Volume mesin = 0,785 x diameter piston x diameter piston x langkah piston.
Misal piston berdiameter 54 mm, dengan langkah 62 mm, berarti volumenya 0,785 x 54 x 54 x 62 = 142 cc. Lalu setelah diketahui volume buret adalah 15,9 cc, maka rasio kompresinya (142+2) : 15,9 = 9:1 itu dalam kondisi standar.
Jika ingin menaikkan kompresinya, misalkan menjadi 13:1 maka diperlukan volume ruang kompresi yang berbeda. "Di sana diperlukannya piston jenong," tutur Akiang. Maka diperlukan ruang kompresi 142/(13-1)= 11,8 cc. Dari sana bisa ditentukan piston jenongnya, diukur menggunakan buret juga dengan cara sama.
Jadi, dalam memilih piston jenong tak bisa asal jenong saja, mesti dicocokkan dengan volume mesinnya dulu. "Di pasaran ketinggian dome pun berbeda-beda, tergantung cc (volume, red) mesinnya," ungkap Akiang.
Misalkan pada motor 110 cc, ketinggiannya 5 mm, sementara untuk 125 hanya 3 mm saja. "Untuk mengukur ketinggian dome-nya diukur dari bibir piston," ujarnya. Sementara untuk memilih piston yang berkualitas, menurut lelaki yang memiliki tim balap itu, bisa dengan mencari referensi pengguna yang sudah memakai piston itu.
"Kualitas piston ini memang baru ketahuan setelah dicoba dulu," katanya. Misal dalam ajang balap, dengan kondisi yang tentunya cukup ekstrem
Menurut Akiang, dari Rudi Jaya Motor di Jl. Ciputat Raya, rasio kompresi penggunaan piston jenong ini bisa mencapai 15:1. Tentu di bawah itu pun bisa juga. "Bisa disesuaikan sama rasio kompresi yang diinginkan," ujarnya.
Untuk mengetahuinya bisa dilakukan dengan buret. "Jadi dengan kondisi kepala silinder terpasang dan piston berada pada Titik Mati Atas, lantas diburet," ujarnya. Dari sana cairan yang masuk akan diketahui berapa cc isi dari ruang kompresinya (buret).
Setelah diketahui berapa cc dari buret tadi, akan didapat rasio kompresinya. Dengan perhitungan Rasio kompresi = (volume mesin + volume buret) : volume buret. Sementara volume mesin didapat dari perhitungan Volume mesin = 0,785 x diameter piston x diameter piston x langkah piston.
Misal piston berdiameter 54 mm, dengan langkah 62 mm, berarti volumenya 0,785 x 54 x 54 x 62 = 142 cc. Lalu setelah diketahui volume buret adalah 15,9 cc, maka rasio kompresinya (142+2) : 15,9 = 9:1 itu dalam kondisi standar.
Jika ingin menaikkan kompresinya, misalkan menjadi 13:1 maka diperlukan volume ruang kompresi yang berbeda. "Di sana diperlukannya piston jenong," tutur Akiang. Maka diperlukan ruang kompresi 142/(13-1)= 11,8 cc. Dari sana bisa ditentukan piston jenongnya, diukur menggunakan buret juga dengan cara sama.
Jadi, dalam memilih piston jenong tak bisa asal jenong saja, mesti dicocokkan dengan volume mesinnya dulu. "Di pasaran ketinggian dome pun berbeda-beda, tergantung cc (volume, red) mesinnya," ungkap Akiang.
Misalkan pada motor 110 cc, ketinggiannya 5 mm, sementara untuk 125 hanya 3 mm saja. "Untuk mengukur ketinggian dome-nya diukur dari bibir piston," ujarnya. Sementara untuk memilih piston yang berkualitas, menurut lelaki yang memiliki tim balap itu, bisa dengan mencari referensi pengguna yang sudah memakai piston itu.
"Kualitas piston ini memang baru ketahuan setelah dicoba dulu," katanya. Misal dalam ajang balap, dengan kondisi yang tentunya cukup ekstrem
Tidak ada komentar:
Posting Komentar